ALUNAN
PIANO DAVE
Di
siang hari yang panas, Momo baru pulang kuliah. Sampai di rumah, dia langsung
merebahkan diri di sofa ruang tengah. Sofa warna cokelat kesayangannya. Di situ
tempat favo- ritnya untuk menghilangkan penat. Jendela yang berada tepat di samping
sofa itu selalu menghembuskan semilir angin, hingga Momo betah berlama-lama
duduk di sana.
Beberapa
menit Momo duduk di sofa, dia mendengar alunan suara piano. Momo menengok ke
jendela. Dari jendela itu bisa terlihat jendela rumah sebelah. Rumah Momo
dengan rumah sebelahnya dibatasi oleh taman kecil. Dari jendela rumah sebelah
itu, Momo melihat seseorang memainkan piano.
Seorang
laki-laki muda berkacamata sedang serius memainkan piano. Dia menunduk tanpa
menoleh sedikitpun. Tampaknya dia sangat
menikmati sentuhan jemarinya dengan tuts piano. Momo terus memperhatikan, meski
dia tak mengerti lagu apa yang sedang dimainkan.
“Momo,
kamu lagi lihat apa?” tanya Mama.
“Eh,
Mama…. Itu, ada cowok lagi main piano di rumah sebelah. Siapa sih, Ma??”
“Oh, iya… Mama belum cerita. Itu tetangga baru
kita. Cowok itu namanya Dave, nama ayahnya Pak Ronny. Mereka baru pindah
kemarin. Nanti kalo ada waktu, kamu main ke rumah Dave yaa…”
“Ouw….
Besok-besok aja deh, Ma… Ntar sore Adel mau kesini ngerjakan tugas kuliah.”
“Eh,
Mo… Dave itu cakep lho. Sopan, keren, jago main piano lagi. Buruan kenalan..
Siapa tau kalian cocok?”
“Iiiihhh..
Apaan sih, Ma??” Momo segera beranjak menuju kamar. Mama tersenyum melihat
tingkah putrinya itu.
******
Malam
hari, Adel mengerjakan tugas kuliah di rumah Momo. Mereka berdua duduk di sofa
ruang tengah. Suara alunan piano kembali terdengar. Adel melongok ke jendela.
Terlihat Dave memainkan piano dari balik jendela rumahnya.
“Haaahhh,
siapa tuh main piano di rumah sebelah?? Wow, keren banget tuh cowok…,” Adel
memandang Dave dengan kagum.
“”Ah,
lebay kamu Del..! Belum kenal juga, udah muji-muji,” sanggah Momo.
“Emangnya
dia siapa, Mo??”
“Namanya
Dave. Dia tetangga baru.”
“Dave…..
Wah, namanya sekeren orangnya. Hehe…”
“Apaan
sih, Del..!
Cowok aneh gitu. Seharian kerjaannya main piano melulu..”
“Ya,
mungkin profesinya emang pianis. Asyik banget permainan pianonya. Coba dengerin
deh..”
“Halah,
kita mahasiswi Kimia tau apa soal piano? Udah, lanjutin ngerjakan aja..” Momo
dan Adel kembali mengerjakan tugas.
*****
Keesokan
paginya, Momo akan berangkat kuliah. Karena takut terlambat, dia tergesa-gesa
keluar dari kamar. Dengan membawa setumpuk buku, dia berjalan keluar rumah.
Baru sampai di depan pagar rumah, tiba-tiba BRAAKKK…!!!!! Momo menabrak
seseorang.
“Aduuuhhh…..,”
Momo memegangi lengannya. Dia melihat sosok yang menabraknya, ternyata Dave!
“Ehm,
maaf….,” Dave seperti kebingungan. Dia menyembunyikan sesuatu di balik
punggungnya. Momo segera mengambil buku-bukunya yang jatuh berantakan. Dave terlihat canggung dan tidak berani menatap
Momo.
“Hey!
Kalo jalan hati-hati dong!!” Momo melihat ke arah Dave. Tapi orang yang
menabraknya itu sudah pergi entah kemana. Momo melihat sekeliling untuk
mencari-cari Dave, tapi tidak ada. Kemana dia?? Momo merasa sangat kesal.
Sampai
di kampus…..
“Hay…
Pagi-pagi udah cemberut aja neng?” tanya Adel heran melihat sikap Momo.
“Huuuuhhhhh……
Nyebelin banget tuh cowok!! Udah pakai
kacamata, masih aja nabrak! Buku aku jadi berantakan! Gak mau bantuin juga!”
“Hah..
Siapa yang nabrak kamu, Mo?”
“Tuh,
si tetangga baru, Dave!!”
“Wah,
kamu ditabrak sama Dave?? Duh, aku pengen juga dong…”
“Yang
bener aja??!! Aku kesel banget, tau! Udah ku bilang, tuh cowok emang aneh!”
“Hhmmm…
Marah-marah melulu ama si Dave. Dia tuh cakep, tau! Kalo gitu, Dave buat aku aja ya? Hehe…”
“Silakan!
Ambil aja sono si Dave!”
“Oke…
Ntar sore aku mau ke rumahnya,” Adel tersenyum genit. Momo semakin kesal pada
Dave.
*****
Satu
minggu kemudian…..
Dua
hari ini, tidak terdengar suara piano Dave. Momo merasa heran. Rumah
tetangganya itu sepi. Tidak pernah terlihat Dave memainkan piano. Adel pun
sudah tak pernah bercerita tentang cowok aneh itu. ‘Gak ada urusannya ma aku,’
begitu pikir Momo. Hingga kemudian Mama bercerita bahwa Dave sedang sakit
tifus. Dia sedang dirawat di rumah sakit. Mama mengajak Momo menjenguk Dave.
Tapi Momo ingin mengajak Adel juga. Momo pun menelepon Adel.
“Halo,
Momo.. Ada
apa?” suara Adel setelah mengangkat panggilan Momo.
“Adel,
Si Dave lagi sakit tuh! Dia di rumah sakit. Kamu gak jenguk dia?”
“Hahh?
Dave sakit apa?”
“Kata
mamaku, dia sakit tifus. Ntar Mama mau jenguk dia. Kamu mau ikut juga?”
“Ehmm… Nggak, Mo..
Kamu aja yang jenguk dia ya…”
“Lho,
kenapa? Tumben banget, Del..
Bukannya kamu nge-fans ama si Dave?”
“Ehmm…
Sorry.. Nggak kok, Mo…,” Adel menutup telepon. Momo heran dengan sikap
sahabatnya itu.
*****
Sejak
Dave sakit, Momo merasa bersalah. Selama Dave menjadi tetangganya, Momo selalu
kesal dan benci. Dia belum pernah berkunjung, bahkan Dave sakit pun dia belum
menjenguk. Momo segan jika datang sendiri tanpa Adel. Beberapa hari kemudian,
Dave sudah pulang dari rumah sakit. Kebetulan juga, Adel akhirnya mengajak Momo
menjenguk Dave. Di suatu sore yang cerah, Momo dan Adel pergi ke rumah Dave.
Di
rumah Dave….
“Hay,
Dave…. Sorry, aku gak bilang sebelumnya ke kamu kalo aku ngajak Momo,” ucap
Adel.
“Oh,
it’s okey,” jawab Dave, ”silakan duduk.”
“Hay,
Dave…. Udah sembuh kah?” Momo memberanikan diri bertanya.
“Ya,
udah baikan. Tapi belum sembuh total,” ucap Dave, “terlalu rajin latihan piano,
sampai telat makan.” Dave, Adel, dan Momo mulai bercakap-cakap. Ini pertama
kalinya Momo memperhatikan Dave dari dekat. Dave masih terlihat pucat.
“Oh ya,
Dave dan Momo… Sebenarnya aku punya satu maksud ngajak Momo kesini,” ucap Adel.
“Apa
maksudmu, Del?” tanya Momo.
“Aku
mau bilang… Sebenarnya, Dave suka sama kamu, Mo.. Dia punya foto-foto kamu,”
Adel menghampiri sebuah laci di ruang tamu Dave. Dia mengeluarkan beberapa
lembar foto dan meletakkannya di meja. Dave dan Momo sangat terkejut.
“Adel,
kamu apa-apaan sih?” bentak Momo. Dave hanya membisu dengan wajah pucat pasi.
“Lihat
foto-foto ini, Mo..! Ini bukti kalo Dave suka kamu. Sebagai sahabat, aku dukung
hubungan kalian berdua. Silakan kalian mengenal lebih dekat. Aku pamit dulu.
Bye…,” Adel tersenyum lalu pergi meninggalkan rumah Dave.
“Tunggu,
tunggu!! Aku gak ngerti, apa maksud semua ini? Tolong jelasin, Dave!” pinta
Momo.
“Maaf,
Momo… Aku suka memotret kamu secara diam-diam,” kata Dave sambil menunduk.
Momo
memperhatikan foto-foto itu. Semua objek foto itu adalah dirinya. Gambar-gambar
Momo saat di teras rumah, di taman sebelah rumah, dan di depan pagar rumah.
Semua foto itu indah dan alami. Momo terdiam sejenak. Tak percaya Dave bisa
mengambil foto sebagus itu.
“Apa
maumu, Dave? Buat apa kamu ngelakuin semua ini?” Momo tak mengerti.
“Aku
cuma ingin dekat denganmu, Mo… Rasanya senang bisa memperhatikan kamu.”
“Tapi
bukan begini caranya, Dave! Kamu tu aneh! Aku gak mau kamu menguntitku lagi
dengan foto-foto seperti ini. Oke..! Aku pamit dulu!” Momo beranjak pergi. Dave
hanya terdiam.
*****
Beberapa
hari kemudian…
Adel
telah bercerita pada Momo. Saat Adel berkunjung ke rumah Dave, dia menemukan
foto-foto Momo di meja. Bahkan Dave pun mengatakan, dia menyukai Momo. Namun
Dave tipe orang yang tak pandai bergaul sehingga sulit mendekati Momo. Itulah
yang menjadi alasan Adel untuk mengajak Momo ke rumah Dave. Adel pun mengatakan
semuanya agar Momo tahu perasaan Dave.
Sejak
kejadian di rumah Dave, Momo semakin merasa bersalah. Apalagi dia mengatakan
Dave itu aneh. Momo semakin khawatir karena tak mendengar suara piano Dave
lagi. Apa sakitnya semakin parah? Momo gelisah tak menentu.
Hingga
pada suatu sore, Momo mendengar alunan piano Dave. Momo melihat ke jendela
rumah sebelah. Ada Dave sedang bermain piano! Momo segera berlari menuju rumah
Dave. Momo memasuki ruang tamu dan melihat Dave duduk di depan piano.
“Dave…!!”
Momo memanggil Dave. Cowok berkacamata itu menghentikan permainan
pianonya. Dia menoleh pada Momo.
“Momo??
Hay…. Ada apa?” Dave terkejut sekaligus senang.
“Dave,
kamu kemana aja? Kemarin gak kedengeran main piano. Kamu masih sakit?”
“Oh,
tenang.. Aku udah sehat kok. Kemarin aku ke tempat grup orchestra. Aku baru
gabung jadi pianis di sana. Jadi, akan mulai sibuk dengan jadwal tampil,” Dave
menjelaskan dengan semangat.
“Oh…
Syukurlah..,” ucap Momo lega, “Dave, kamu jangan telat-telat makan lagi. Udah
mulai kerja, harus jaga kesehatan.”
“Iya…
Thank you perhatian kamu, Momo…” Dave mengagguk.
“Dave,
maaf… Selama ini aku terlalu cuek ama kamu. Harusnya, aku lebih ramah ama
tetangga baruku dan bisa mengerti sifatmu, Dave…,” Momo menyesal.
“Hehe…
No problem, Mo… Aku seneng kita bisa kenal dekat,” ucap Dave sambil tersenyum.
Baru kali ini Momo melihat Dave tersenyum manis. Begitu tulus dan hangat. Momo
terpesona.
“Ehm…
Dave, silakan dilanjut main pianonya,” Momo tersadar dan salah tingkah.
“Eh,
gimana kalo kamu ikut temenin aku main piano?” Dave mempersilakan Momo duduk
bersamanya. Momo pun duduk dengan malu-malu.
“Harus
kuakui, Dave… Kamu emang jago main piano. Sejak kamu pindah kesini, aku kagum
dengan permainan piano kamu. Tiap hari, aku terbiasa dengar suara pianomu.
Tanpa alunan piano kamu, sepi banget rasanya…,” Momo memberanikan jujur.
“Aku
gak pandai bicara atau berkata-kata. Hanya dengan piano, aku ungkapkan isi
hatiku,” ucap Dave lalu mulai memainkan pianonya. Suara lembut piano mengisi
relung hati Momo.
“Dave,
aku ingin temani kamu main piano. Selalu….,” Momo bergumam dalam hati. Dave dan
Momo tersenyum bersama. Bersemilah cinta diantara mereka berdua melalui
dentingan piano.
*Terinspirasi oleh David (Dave) Noah dan Momo Geisha..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar