Sabtu, 22 Februari 2014

Cerpen Romantis ^^ "You Are My Destiny (Part 1)"


Sonia menghempaskan tubuhnya di sofa ruang keluarga. Ia menghirup nafas panjang dengan lega. Kuliah semester ini telah berakhir dengan IP yang memuaskan. Ia menyambut liburan dengan penuh suka cita. Ayahnya sudah berjanji untuk mengizinkannya liburan di villa milik keluarga. Ayah Sonia seorang pengusaha sukses dan ternama. Banyak pria yang ingin mendapatkan hati Sonia, seorang putri tunggal pengusaha kaya. Tapi belum pernah sekalipun Sonia menerima cinta para lelaki yang mengejarnya. Ia lebih memilih fokus kuliah dan belajar mengelola bisnis ayahnya.
“Kamu jadi liburan ke villa kita di pantai?” tanya Papa sambil menghampiri Sonia di sofa.
“Jadi dong, Pa… Kan Papa udah janji. Tapi Nia boleh ngajak teman nggak?”
“Papa izinkan kamu. Tapi syaratnya kamu sendirian aja ke sana. Nggak usah ngajak teman. Oke….”
“Yaacchhh, Papaaa… Hhmm, yaudah deh kalo gitu.. Makasih, Pa…..,” Sonia memeluk ayahnya dengan manja.
***
Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Sonia berangkat ke villa yang berada di tepi pantai. Rencananya ia berada di sana selama satu minggu. Setelah perjalanan selama tiga jam, akhirnya sampai juga gadis itu di pantai. Pandangan mata Sonia mulai dimanjakan dengan warna biru favoritnya. Birunya langit siang yang berhias gumpalan awan putih. Air laut yang biru pun berkilauan diterpa cahaya mentari. Ombak berkejaran melagukan suara alam yang menyamankan telinga. Suasana yang sangat mendamaikan jiwa.
Hanya sebentar saja Sonia ke villa untuk memasukkan koper dan barang bawaannya. Lalu ia kembali menikmati pemandangan pantai. Hingga waktu sore menjelang, ia masih menghabiskan waktunya bermain di pasir pantai yang putih bersih. Pantai ini cukup sepi karena masih jarang dikunjungi orang. Kebanyakan pengunjungnya hanya berasal dari pemilik atau penyewa villa yang berjajar di sepanjang tepi pantai. Sonia masih asyik sendiri menikmati sentuhan kakinya yang dibelai ombak-ombak kecil. Hingga tiba-tiba suara seorang lelaki mengagetkannya.
“Gadis secantik kamu, kok sendirian aja?!” suara lelaki yang menghampiri Sonia.
“Kamu ngomong sama aku?” tanya Sonia heran dan memandangnya curiga.
“Iya lah, siapa lagi? Cuma ada kamu dan aku di sini….”
“Tapi aku gak kenal sama kamu!”
“Kalau gitu kenalin, namaku Andra. Kamu siapa?”
“Aku nggak tanya namamu!” Sonia mulai tidak nyaman.
“Temani aku di sini!” kata Andra yang terdengar sebagai perintah bagi Sonia.
“Kamu ini siapa sih? Nggak kenal, nyuruh-nyuruh aja! Mau kamu apa?” Sonia mulai kesal.
“Kita udah kenal. Aku udah sebutin namaku. Kamu sendiri gak mau nyebutin namamu! Nggak usah sok judes deh! Ntar malah gak ada cowok yang mau sama kamu!”
“Heh, kamu gak ngerti apa-apa tentang aku ya! Jadi gak usah komentar sok tau kayak gitu! Gak ngerti sopan santun ya? Kenalan kok maksa…. Iihh, ogah…!!” Sonia beranjak pergi.
“Aku di sini sendirian, kamu juga sendiri. Apa salahnya kita berteman? Aku mau kamu temani aku!” Andra menggenggam lengan Sonia. Sejenak Sonia terkaget dan menatap Andra.
“Tapi bisa minta dengan sopan kan? Lepasin tangan aku!”
“Iya, oke…… Temani aku di sini, please….” Andra mengatupkan telapak tangannya dengan raut wajah memohon. Sonia duduk di atas pasir sambil memegangi kepalanya. Heran dengan hari yang aneh ini. Begitu sial hingga bertemu dengan orang yang agak ‘tidak beres’. Andra ikut duduk di sebelah Sonia.
“Kamu ini frustasi ya?? Aku gak tau kamu ada masalah apa, tiba-tiba kamu datang, lalu maksa aku kenalan, dan nyuruh aku temani kamu! Gila…. Aku datang ke sini mau ngilangin stress, eh malah ketemu orang stress kayak kamu!” Sonia mengomel. Andra hanya tertawa. Sonia semakin takut dibuatnya. Tapi Sonia merasa cukup ‘beruntung’, bertemu ‘orang gila’ secakep Andra.
“Iya, aku lagi frustasi berat…..”
“Kenapa? Diputusin cewek?”
“Hahaha…. Apa muka aku ini ada tampang diputusin cewek? Gak ada dalam kamusku! Justru aku kebanyakan cewek!” Sonia semakin waspada dengan cowok satu ini. Udah gila, playboy lagi!
“Makanya jangan main-main ma cewek, jadi gila kan!”
“Ya…. Karena itu, orang tuaku mau menjodohkan aku. Mereka punya teman seprofesi yang punya anak perempuan. Aku mau dijodohin dengan pilihan mereka itu. Katanya, daripada aku ganti-ganti cewek gak jelas. Hahaha…. Gila gak sih? Makanya aku kabur ke sini.”
“Oooo…. Curhat nih ternyata. Jadi kamu butuh aku buat jadi ‘tempat sampah’mu. Sial banget! Parah!” gerutu Sonia.
“Tapi kamu mau kan? Hehehe… Eh, pinjam handphone-mu.”
“Buat apa??’ protes Sonia. Tapi ia tak sempat mengelak. Tanpa basa-basi Andra segera mengambil HP di saku celana Sonia.
“Ehh, Ehhhh….!! Apaan nih? Balikin, gak?? Maling niiih!!” Sonia hampir histeris.
“Ssssttt….!! Cakep gini dibilang maling! Aku cuma miss-call nomer HP-ku lewat HP kamu. Ini nomerku udah ku save dengan nama Andra! Nomermu juga udah masuk di HP-ku,” Andra mengembalikan HP Sonia. Gadis itu masih cemberut.
“Iiiissshhh… Siapa juga yang minta nomer kamu!”
“Jadi, nomer kamu ini ku save dengan nama apa, Cantik?”
“Sonia! Atau Nia! Terserah deh!” Sonia memalingkan wajahnya karena malu dipanggil ‘cantik’ oleh Andra.
“Cieee… Rayuan mautku berhasil nih.. Hahaha…,” lagi-lagi Andra tertawa.
“Dasar playboy gila!” Sonia beranjak dari duduknya lalu berlari pergi.
“Kalau aku SMS kamu harus bales..!!” teriak Andra. Sonia terus berlalu dari tempat itu.
***
Hari-hari berikutnya di pantai…. Sonia menghabiskan waktu seharian bersama Andra. Ternyata Andra juga mempunyai villa yang letaknya agak jauh di ujung barat pantai. Entah mengapa, Sonia tak bisa menolak ajakan Andra untuk bertemu dan menemaninya. Padahal di hati Sonia ada rasa was-was karena baru mengenal Andra. Ia tak tahu Andra itu orang baik atau tidak. Tapi apa salahnya berteman? Begitu pikir Sonia untuk menepis keraguannya. Lagipula, Andra adalah orang yang menyenangkan. Jika bersamanya, Sonia merasa gembira dan ceria. Andra memperlakukan Sonia selayaknya teman dan tidak ada kesan mempermainkan seperti playboy. Sonia merasa nyaman bersama Andra seperti sudah kenal lama.
Saat mereka jalan-jalan bersama, Andra mengajak Sonia ke sebuah dermaga tua yang tak terpakai. Letaknya cukup jauh di ujung timur pantai. Dermaga itu tersusun dari papan kayu yang cukup lapuk. Ada banyak lubang di lantai maupun atapnya yang semua terbuat dari kayu. Tempat ini begitu damai dengan semilir angin pantai yang membelai. Mereka berdiri di ujung dermaga yang beratap kayu sambil memandangi kapal berukuran kecil di kejauhan sana.
“Nia, ini tempat rahasia kita berdua. Jangan beritahu pada siapapun…” pesan Andra. Sonia tersenyum dan mengangguk pelan.
***
Ada kejutan di hari kelima liburan Sonia. Tanpa mengabari terlebih dulu, orang tua Sonia datang ke villa pagi-pagi. Mereka juga memboyong penata rias, pakaian-pakaian pesta, dekorasi, dan catering. Sonia terheran-heran melihat semua yang dibawa oleh orang tuanya. Villa yang tadinya tenang, kini jadi berisik dan penuh keriuhan lalu lalang orang.
“Mama…. Papa….. Ini ada acara apaan sih???” tanya Sonia.
“Begini, Nak… Mama dan Papa punya rencana mengenalkan kamu pada teman Papa, yaitu Pak Rudy dan istrinya. Mereka punya anak laki-laki yang akan kami jodohkan dengan kamu,” jawab Mama.
“Apaaaa??? Kok mendadak banget sih, Ma?? Kenapa gak bilang Nia dari kemarin-kemarin?!”
“Mama udah tau, kalau Mama bilang-bilang kemarin, pasti kamu nolak! Jadi langsung aja mumpung kamu liburan ke villa ini sekalian ngadain acara.”
“Tapi. Maaa… Kenapa Papa dan Mama gak dengerin dulu pendapat Nia setuju atau nggak???”
“Nia…. Emangnya kenapa kamu gak setuju? Mama dan Papa tujuannya baik buat nyarikan jodoh kamu. Kamu sendiri sih udah umur 21 tahun, belum pernah sekalipun punya pacar. Mama dan Papa juga memilih calon yang tepat. Putranya Pak Rudy itu ganteng, pinter, dan kelak mewarisi bisnis ayahnya. Jadi perusahaan keluarga bisa makin berkembang.”
“Pokoknya aku gak mau, Ma..!! Nia gak kenal sama dia!”
“Ya makanya nanti kita kenalin! Udah, ah… Kamu cepat mandi, trus didandanin sama periasnya. Mama mau ngurusin semuanya biar beres dan lancar acaranya!”
Sonia tak mampu mengelak lagi. Dengan terpaksa, Sonia menuruti perintah ibunya. Selesai mandi dan perawatan tubuh singkat, Sonia mengenakan gaun pesta warna biru laut favoritnya. Rambut dan wajahnya pun dipoles dengan seindah mungkin. Sonia memandang penampilannya di cermin. Sangat cantik! Tapi ia tak merasa bahagia sedikitpun. Ia tak menginginkan perjodohan ini. Ia tak mengenal lelaki yang akan dijodohkan dengannya. Saat ini ada seseorang yang mulai mengisi hari dan hatinya. Andra… Saat memikirkan Andra, tiba-tiba SMS masuk ke HP-nya.
Andra: Nia, nanti sore ayo ke tempat rahasia kita!
Nia: Sorry… Aku gak bisa. Ada acara keluarga.”
            Menjelang sore. Pak Rudy dan istrinya tiba di villa keluarga Sonia. Persiapan acara hampir beres, tapi ada satu kekhawatiran. Putra Pak Rudy yang bernama Devan, belum bisa dipastikan datang. Orang tua Sonia bersama Pak Rudy dan istrinya berbincang-bincang di teras villa. Sonia merasa resah, berkali-kali Andra mengirim pesan padanya. Andra bersikeras datang ke dermaga, padahal Sonia tak bisa datang akibat acara perjodohan ini. Apalagi langit sore tertutup mendung gelap. Sonia dan Andra saling berkirim SMS.
            Nia: Andra, bentar lagi ujan. Gak usah ke dermaga
            Andra: Aku udah di dermaga sekarang. Aku nunggu kamu.
            Nia: Aku gak bisa, Andra…..
            Andra: Please…. Aku nunggu kamu sampai datang
            Senja tiba bersamaan dengan hujan deras menyelimuti pantai. Sonia semakin gelisah memikirkan Andra yang sedang berada di dermaga. Pasti dia kehujanan. Nekat sekali dia! Kegalauan yang sama dirasakan orang tua Sonia dan Pak Rudy. Devan, Putra Pak Rudy benar-benar tak datang dan tak bisa dihubungi. Sonia tak peduli dengan perjodohan itu. Ia justru bersyukur Devan tak datang. Pak Rudy dan istrinya pun pamit pulang untuk mencari putranya. Sonia terus memikirkan Andra. Hujan begitu deras disertai petir. Malam mulai datang menampakkan kegelapan. Bagaimana nasib Andra di dermaga? Sonia tak mampu menahan diri lagi. Ia mengambil payung dan berangkat ke dermaga untuk mencari Andra.
            “Niaaa… Kamu mau kemana? Hujan deras begini, Nak?” tanya Papa dan mencoba menghalangi Sonia.
            “Nia pergi sebentar, Pa….,” Nia langsung berlari menerjang hujan dengan masih berpakaian gaun pesta tadi. Tak dihiraukan teriakan ibunya memanggil-manggil namanya. Tak dipedulikannya air hujan yang membasahi ujung gaunnya. Payung yang ia bawa tak mampu menahan dinginnya terpaan hujan. Ia terus berlari menuju ke dermaga.
Sampai di dermaga, Sonia menaiki tangga kayunya. Ia sempat terpeleset karena licin dan kurangnya cahaya. Di depannya samar-samar terlihat Andra terduduk kedinginan di bawah atap kayu yang berlubang. Sonia menghampiri Andra.
“Kamu benar-benar gila! Ngapain kamu di sini, hah?!” Sonia hampir menangis melihat kondisi Andra. Ia membantu Andra untuk berdiri,
“Kamu cantik…..,” Andra tersenyum dan menatap Sonia lekat-lekat. Gadis itupun baru sadar, ia masih mengenakan gaun dan make up lengkap.
“Udah, yuk kita pulang. Tapi villa kamu jauh, Ndra… Kita ke villa-ku aja ya… Badan kamu demam nih…,” Sonia sangat panik dan khawatir, tapi Andra tersenyum-senyum saja. Sonia menuntun Andra untuk berjalan. Lengan Andra melingkar di bahu Sonia. Mereka berjalan di bawah payung menembus hujan.
“Aku udah bilang akan nunggu kamu. Kenapa kamu gak datang? Ada acara apa?”
“Ndra… Nasib kita kok sama ya? Tadi rencananya aku mau dijodohin sama orang tuaku. Tapi untungnya gagal..”
“Hahaha…. Yang bener? Makanya kabur aja kayak aku.”
“Nggak! Itu bukan caraku, Ndra! Masalah itu dihadapi! Bukannya malah lari dari masalah! Huuuu…..”
Beberapa menit kemudian, mereka sampai di villa Sonia. Orang tua Sonia sudah menyambut mereka di depan pintu sambil memberondong dengan sejuta pertanyaan.
“Niaaaa…. Kamu dari mana? Ini siapa? Kenapa basah kuyup begini?? Ya, ampun… Cepat ganti baju Nia nanti kamu sakit…!!” Mama panik.
“Iya, Ma… Ini teman aku. Villa-nya agak jauh, jadi kuajak ke sini dulu,” Sonia tak sempat menjelaskan panjang lebar. Ia segera memberi handuk pada Andra, meminjaminya kaos milik ayahnya, menyuruhnya ganti baju, juga menyiapkan makan, minuman hangat, dan obat demam. Kedua orang tua Sonia hanya mengamati tingkah laku anaknya bersama lelaki itu.
Ibu Sonia merasa wajah lelaki itu tak asing baginya. Ia mencoba mengingat-ingat dimana pernah melihat senyum lelaki itu. Senyum yang ramah dan mata yang memancarkan kehangatan, tapi siapa dia?? Ayah Sonia pun merasakan hal yang sama. Karena penasaran, mereka berbisik-bisik menanyakan identitas lelaki itu pada Sonia.
“Siapa nama cowok itu, Nia?” tanya ibu Sonia, tentu tanpa sepengetahuan Andra yang sedang tidur berselimut di sofa.
“Namanya Andra,” jawab Sonia.
“Nama lengkapnya?”
“Nggak tau, Ma….,” jawab Sonia lagi yang pasti tidak memuaskan orangtuanya. Sambil terus memandangi Andra dan berpikir, akhirnya ayah Sonia mengambil kesimpulan yang mengejutkan.
“Papa ingat sekarang! Kemungkinan besar, dia adalah Devandra, anak Pak Rudy!”
“Ya, Tuhan..!! Iya benar, Pa! Mama ingat betul dengan senyumnya itu, meskipun kita cuma bertemu dengannya satu kali waktu berkunjung ke rumah Pak Rudy!”
“Devandra?? Devan, anak Pak Rudy yang mau dijodohin sama aku? Nggak mungkin..!!” Sonia tersentak.
BERSAMBUNG…

Jumat, 21 Februari 2014

You Are My Destiny (Part 2)


                Cuplikan “You Are My Destiny 1”:
            Sonia (21 tahun), putri seorang pengusaha kaya yang sedang berlibur sendirian di villa tepi pantai berkenalan dengan Andra (24 tahun). Beberapa hari Sonia dan Andra yang sama-sama memiliki villa di sana menikmati suasana pantai yang indah. Tanpa disangka, orang tua Sonia mengadakan acara perjodohan dadakan. Sonia akan dikenalkan dengan Devan, putra Pak Rudy, teman seprofesi ayah Sonia. Di saat yang sama, Andra mengajak Sonia bertemu di tempat rahasia yang hanya mereka ketahui berdua. Beruntung, ternyata Devan tak datang ke acara perjodohan itu. Di tengah hujan deras, Sonia menjemput Andra lalu mengajaknya ke villa-nya sebab badan Andra demam. Sampai di villa, betapa kagetnya orang tua Sonia melihat lelaki yang mengaku bernama Andra itu. Ayah Sonia yakin, Andra adalah Devan putra Pak Rudy yang akan dijodohkan dengan Sonia.

***
            Malam hari di villa keluarga Sonia.
            Hari ini sungguh melelahkan bagi Sonia. Setelah acara perjodohannya gagal, kini masalah baru sedang ia hadapi. Orang tua Sonia masih berdebat dengan putri tunggalnya itu. Mereka sangat yakin lelaki yang bernama Andra itu adalah Devan, putra Pak Rudy yang akan dijodohkan dengan Sonia hari ini. Tapi Devan tak bisa datang. Rupanya ia memang sengaja kabur dengan menyamar sebagai Andra. Sonia memandangi Andra yang sedang tidur berselimut di sofa villa-nya. Tubuh lelaki itu demam akibat kehujanan di dermaga tadi. Sonia pun membawanya ke sini.
Pikiran Sonia kacau sekarang. Benarkah Andra dan Devan itu orang yang sama? Ingin rasanya Sonia bertanya pada Andra, tapi ia sudah tidur pulas. Malam semakin larut, orang tua Sonia pun sudah pergi tidur. Sonia yang tak bisa tidur masih terjaga di kamarnya. Hati Sonia masih dipenuhi kebingungan, harus sedih atau senang. Terngiang kata-kata ayahnya tadi,”Mungkin saja Devandra mengaku namanya Andra. Padahal panggilan sebenarnya Devan. Besok kalau dia bangun, kita harus tanya dia! Papa tidak terima, kalau dia sengaja kabur dari perjodohan ini dengan tidak bertanggungjawab!”
Keletihan Sonia akhirnya membuat ia tertidur juga. Baru beberapa jam memejamkan mata, Sonia merasa ada seseorang yang membangunkannya. Ia membuka mata dan melihat Andra di depannya. Andra mengisyaratkan agar Sonia tidak berisik. Sonia melihat jam dinding. Pukul 4 pagi. Sonia mengucek-ucek matanya. Ia mencoba sadar bahwa ini bukan mimpi.
“Andra, apa yang kamu lakukan di sini??”
“Maaf, Nia... Maaf banget! Aku nggak bermaksud nyakiti kamu... Aku baru tau, papa kamu adalah Pak Indra. Ternyata kamu yang mau dijodohin ma aku! Maaf, Nia.... Maaf....,” Andra alias Devan memandang Sonia lekat-lekat. Sonia pun tercengang dengan hal tak terduga ini.
“Jadi kamu Devan??! Lalu gimana dengan perjodohan kita? Berlanjutkah?”
“Aku belum siap. Maaf, Nia... Maaf...,” dengan wajah penuh kesedihan, Devan pergi meninggalkan Sonia. Ia keluar dari villa itu dan berlari menembus dinginnya subuh hari. Sonia segera mengejar.
“Andraa!! Devan!! Devaannn!!” Sonia memanggil-manggil penuh kebingungan. Namun ia tak dapat menemukan sosok Andra atau Devan lagi. Orang tua Sonia yang baru terbangun dari tidur juga mengikuti Sonia ke teras villa.
“Pergi kemana Devan?? Mana dia??” tanya Papa dengan wajah penuh amarah. Sonia hanya menggeleng.
“Dia udah pergi, Pa... Dia memang Devan...,” jawab Sonia.
“Kurang ajar!! Dia ngaku tapi nggak mau menemui kita! Maunya apa tu anak?? Main kabur-kabur aja bisanya!” Papa berang.
“Ya Tuhan... Ternyata kita salah pilih, Pa.....,” jawab Mama dengan wajah sedih.
“Di sebelah mana villa Devan? Papa mau cari dia! Pasti dia belum jauh kabur dari sini!”
“Aku nggak tau, Pa.. Aku nggak pernah ke villa dia. Ngapain juga ke villanya cowok?!” jawab Sonia,”Udahlah, Pa... Nanti aja diomongin baik-baik sama Pak Rudy, papanya Devan.”
“Nggak bisa!! Papa udah nggak respect sama Devan! Mulai sekarang, kamu jangan berhubungan lagi sama Devan! Papa juga mau mutusin hubungan bisnis dengan Pak Rudy! Papa nggak sudi berhubungan dengan keluarga mereka!”
“Apaa? Aku udah berteman dengan Devan, Pa. Walaupun sebagai Andra.. Tapi...,” Sonia tak sanggup meneruskan lagi. Ia mulai suka pada Andra, tapi.... Tapi ternyata dia adalah Devan yang kabur dan hubungan mereka harus berakhir seperti ini. Ya Tuhan... Kenapa begini??
Dua tahun kemudian......
Sonia berjalan memasuki kantor dengan langkahnya yang tegap nan anggun. Setiap karyawan yang berpapasan dengannya pasti berhenti sejenak untuk memandang dan menyapanya. Sonia pun membalas dengan sapaan ramah dan senyum menawan. Ia memang mempesona. Dengan rambut lurusnya yang tergerai panjang, wajah ber-make up natural, juga pakaian yang rapi membuatnya terlihat segar dan bersemangat. Ia siap memulai pekerjaan hari ini. Sudah beberapa bulan, ia menjadi manager di perusahaan ayahnya. Ia menuruti keinginan ayahnya untuk mengelola bisnis setelah lulus kuliah.
Namun ada keinginan ayahnya yang tak bisa ia laksanakan, yaitu perjodohannya dengan Sandy. Setelah perjodohannya dengan Devandra gagal dua tahun yang lalu, Papa menjodohkan Sonia dengan putra temannya yang lain. Ya Tuhan... Sonia merasa lelah sekali dengan perjodohan yang tak ia inginkan. Hatinya masih terus mengenang Andra alias Devan yang dulu ia kenal tanpa sengaja di villa tepi pantai. Tanpa kesengajaan, tanpa perjodohan, dan justru itu yang membuatnya terkesan. Entah di mana Devandra sekarang? Tidakkah ia juga merindukan Sonia? Sonia memasuki ruang kerjanya. Dibukanya beberapa map berisi arsip di meja kerjanya. Tidak berapa lama, masuklah seorang lelaki ke ruangan itu.
“Selamat pagi, Nia......,” ucapnya dengan senyum mengembang.
“Sandy..?! Bisa ngetuk pintu dulu kan sebelum masuk??” protes Sonia. Selama ini, Sonia memang jutek pada Sandy.
“Oke.. Sorry... Aku ke sini mau ngajakin kamu ke kantorku. Kita bahas rencana kerjasama bisnis, yuk... Aku juga udah ngajak teman kuliahku buat kerja sama dengan kita,” Sandy bicara dengan antusias. Tapi Sonia masih sibuk dengan kertas-kertas di atas mejanya.
“Nia...! Kamu dengar aku, kan??” tanya Sandy dengan volume suara lebih keras.
“Iya...,” hanya itu yang keluar dari mulut Sonia.
“Kamu bisa lebih hargai aku kah? Mungkin kamu belum bisa terima aku sebagai tunanganmu. Oke...! Tapi paling tidak, hargai aku sebagai rekan bisnismu!” ucap Sandy tegas. Sonia tersentak. Ia baru sadar, betapa buruk perlakuannya pada Sandy selama mereka tunangan sebulan ini.
“Emm... Maaf, Sandy... Oke... Abis makan siang nanti kita ke kantormu yaa...,” jawab Sonia lembut.
Sandy pun luluh dan mengangguk,”Nah, gitu dong.....”
Di kantor perusahaan Sandy....
Sandy menggandeng Sonia memasuki kantornya. Para karyawan memandangi mereka. Sonia merasa tak nyaman dan berusaha melepas genggaman tangan Sandy. Hingga ada seorang karyawan yang menggoda mereka,”Mesra banget nih Pak Sandy.....” Sandy hanya tersenyum. Sesampainya di depan pintu ruang kerjanya, Sandy baru melepaskan tangannya.
“Sandy..?!! Kamu tu keterlaluan banget yaa!! Sakit nih tanganku..!” Sonia mengeluh.
“Maaf, Sayang... Aku seneng banget ngajak kamu ke kantorku dan para karyawan bisa liat tunanganku yang cantik banget! Hehe..,” Sandy beralasan. Sonia cemberut.
Sandy dan Sonia masuk ke ruang kerja. Mereka duduk di sofa berwarna kecoklatan. Mereka menunggu teman kuliah Sandy yang diajak kerja sama dalam bisnis ini. Sandy sibuk dengan laptopnya sedangkan Sonia membaca majalah. Beberapa menit kemudian, pintu diketuk oleh seseorang. Sandy mempersilakannya masuk. Muncul dari balik pintu seorang lelaki yang dikenal Sonia. Ia hapal betul wajah itu, senyum itu..
“Andra....,” panggil Sonia lirih.
Lelaki yang baru datang itupun tersentak. Ia mematung di tempatnya melihat gadis yang duduk di hadapannya. Gadis yang ia temui di villa tepi pantai dua tahun lalu. Gadis yang hendak dijodohkan dengannya, tapi ia memilih kabur begitu saja.....
“Nia...! Emmm... Sandy, apa kabar?” Devan mengalihkan pandangan.
“Hey, Devan. Aku baik-baik aja.... Tunggu, tunggu! Kalian saling kenal?” Sandy memandangi Devan dan Sonia. Mereka tidak menjawab. Suasana hening.
“Kita pernah ketemu secara nggak sengaja...,” ucap Sonia berusaha tenang.
“Oke... Kita bisa mulai ngomongin bisnis, kan?” Sandy mulai membicarakan bisnis. Mereka berusaha profesional tanpa dicampuri urusan pribadi.
Malam hari...
Setelah pulang dari kantor, Sonia segera menghempaskan diri ke tempat tidur. Kejadian hari ini membuatnya tak habis pikir. Ia bertemu teman kuliah Sandy, yang ternyata adalah Devandra! Apa dunia ini hanya selebar daun kelor? Dunia ini sempit sekali hingga ia begitu mudahnya bertemu lagi dengan Devandra. Bahkan Devandra dan Sandy itu teman kuliah! Ia bimbang dengan dua orang lelaki yang kini ada di kehidupannya. Keadaan ini membuatnya tertekan. Haruskah ia teruskan hubungan dngan Sandy, sedangkan ia masih menyimpan rasa pada Devandra? Aaarrrrgghhh....!!! Kepala Sonia serasa mau pecah. Ia harus bagaimana?
Satu minggu kemudian...
Sonia memasukkan baju-baju ke dalam kopernya. Ia bersiap-siap pergi ke villa di tepi pantai milik keluarganya. Ia ingin menenangkan diri di tempat favoritnya itu. Selama beberapa hari ini, ia menjalankan hidup dengan penuh tekanan. Sandy mulai bertanya kapan pernikahan mereka akan dilaksanakan, sedangkan ia juga semakin dekat dengan Devandra. Ia merasa terjebak di antara dua pilihan. Mungkinkah ia menikah dengan Sandy tanpa cinta? Tapi ini juga keinginan orang tuanya. Padahal ia masih menginginkan Devandra...
Di villa tepi pantai.....
Sonia sudah berada di villa. Ia tidak membawa hand phone. Ia sungguh-sungguh ingin tenang. Bahkan ia tidak berpamitan pada Sandy. Ia juga meminta orang tuanya tidak memberitahu siapa-siapa tentang kemana ia pergi. Meski Sonia ragu, karena orang tuanya pasti memberitahu Sandy. Tapi biarlah, Sonia tak ingin memikirkan Sandy!
Sonia berjalan pelan di pinggir pantai. Menyusuri jejak kenangan yang pernah ia rangkai bersama seorang cowok “gila”. Ia mengajak berkenalan dengan nama Andra, cowok yang kabur karena akan dijodohkan oleh orang tuanya. Ternyata perempuan yang akan dijodohkan itupun dirinya. Sonia tersenyum sendiri mengingat peristiwa itu..
“Sonia??” tiba-tiba suara yang sangat ia kenal memanggil dari belakangnya.
“Andra?? Kamu juga di sini???” Sonia seakan tak percaya. Mereka tidak janjian, tapi mereka bisa bertemu kembali di tempat ini.
“Iya, Nia... Aku rindu tempat ini. Setelah dua tahun, aku baru ke sini lagi sekarang. Ku pikir, aku tak akan kembali ke sini lagi,” Devan menerawang jauh ke laut lepas.
“Aku juga sama... Dan kita bertemu lagi dengan kondisi yang berbeda. Aku dijodohkan dengan Sandy.. Kamu juga banyak berubah, lebih dewasa sekarang,” Sonia memandangi Devan lekat-lekat. Begitu pula Devan memandangi Sonia dengan rambut panjangnya yang berkibar ditiup angin pantai. Mereka tak mengetahui, Sandy mengawasi mereka dari kejauhan.
  “Oh... Jadi begini yang kalian lakukan di belakangku??!! Bernostalgia. Jalan-jalan bersama ke tepi pantai. Nginep berdua di villa, gitu!!” Sandy menatap tajam pada Devan dan Sonia.
“Sandy!! Aku nggak sengaja ketemu Devan di sini. Kita nggak ada apa-apa!” Sonia menjawab tegas. Devan pun terlihat tenang. Ia bukan lagi cowok bandel yang semaunya sendiri seperti dulu.
“Sorry, Sandy.. Mungkin aku ganggu acara kalian di sini. Aku pergi dulu,” Devan melangkah pergi. Rasanya Sonia ingin mencegahnya. Tapi Sandy menghalanginya.
“Nia, tatap mataku!” Sandy berdiri tepat di hadapan Sonia,”Kamu kira aku nggak tau tentang hubungan kamu ma Devandra?! Kalian dulu hampir dijodohin tapi gagal kan? Karena kebodohan si Devan kabur begitu aja! Ternyata kalian ketemu tanpa sengaja dan kamu suka sama dia! Sampai sekarang hatimu masih buat Devan! Gak ada sedikitpun buatku! Iya kan?? Jawab, Nia!!” ucap Sandy penuh emosi.
“Maaf, Sandy... Maaf... Aku menyesal, aku gak bisa mencintaimu,” hanya itu yang diucapkan Sonia. Air mata menetes di pipinya. Sandy memandangnya dengan sedih. Sandy pun memeluk Sonia.
“Mungkin kita memang gak bisa bersama, Nia... Apapun yang ku lakukan, gak pernah bisa buat miliki hatimu. Kamu bukan buatku. Kamu milik Devandra...,” Sandy melepas pelukannya. Ia pergi meninggalkan Sonia sendiri di tepi pantai itu...
***
Di rumah Sonia....
Devandra datang bersama kedua orang tuanya. Sonia dan juga kedua orang tuanya menyambut kedatangan mereka. Setelah bersalam-salaman dan basa-basi sejenak, akhirnya dibahaslah hubungan mereka.
“Pak Indra beserta keluarga, terima kasih telah bersedia menerima kedatangan saya bersama orang tua kemari. Tujuan utama saya ke sini adalah memohon maaf atas kejadian dua tahun yang lalu hingga perjodohan yang direncanakan menjadi gagal. Saya sangat menyesal. Saat itu, saya tidak bersikap dewasa sehingga mengecewakan Pak Indra sekalian. Mohon maafkanlah saya,” ucap Devandra penuh santun.
“Saya sudah memaafkan. Saya dengar dari Nak Sandy, bahwa Nak Devan sebenarnya sangat baik. Dan selama dua tahun ini, Nak Devan sudah banyak berubah manjadi lebih baik. Saya harap, keluarga kita bisa selalu menjalin silaturahmi,” ucap Pak Indra, ayah Sonia.
“Terima kasih banyak, Pak Indra... Pada kesempatan ini juga, saya memohon izin untuk melamar Sonia. Tanpa perlu dijodohkan atau dipaksakan. Saya dan Sonia telah saling mengenal dan juga saling mencintai.. Mohon berikanlah restu pada kami untuk menjalin hubungan yang lebih serius,” kata Devan mantap. Pak Indra dan istrinya tersenyum lega. Sonia pun terharu. Akhirnya takdir mempersatukan mereka. Terkadang manusia pun tak perlu campur tangan. Takdir telah miliki jalannya sendiri...
TAMAT


Minggu, 16 Februari 2014

Kelud 2014

*Mencoba mengabadikan peristiwa langka: Letusan Gunung Kelud pada pertengahan bulan Februari 2014*


(13 Februari 2014 - Gunung Kelud, Kediri, Jawa Timur)


My house, Mojokerto 14 Feb 2014



Kelabu Sang Kelud



Mata pagi membuka warna berbeda.
Angkasa membawa berita tak biasa.
Turunkan butiran sehalus salju.
Tapi bukan putih, ia kelabu.

Tanah Jawa pasrah tersapu isi perut yang dimuntahkannya.
Bumi Pertiwi berselimut kristal lembut namun tajam.
Semua kemegahan manusia tak luput darinya.
Jalanan, bangunan, tumbuhan, semua terguyur hujan abu.
Negeri menjelma kelabu.

Angin hempaskan sisa-sisa abu berdebu di udara.
Ia berhamburan ke penjuru Jawadwipa.
Gegerkan seluruh Nusantara.

Kelabu tutupi kalbu lalai nan lupa.
Pada ia yang juga makhluk-Nya.
Kini sedang bergejolak, menggelegar:
“Sang Kelud”
Ia sedang bangun.
Bersama kawan-kawannya yang terus membangun...

Februari 14







Jumat, 14 Februari 2014

Coretanku


Hanya Jiwa

Jika jiwa hanya cukup jiwa
tanpa perlu terlihat tubuhmu

yang harus ku menilaimu
kurang ini, kurang itu
betapa dangkal wujud nyata

Jika jiwa hanya cukup jiwa
tanpa embel-embel menyertaimu
nama, gelar, status, jabatan, hartamu
atau apapun kau bawa padaku
tak pernah cukup tunjukkan dirimu

Jika jiwa hanya cukup jiwa
bahkan bayangmu tiada
maka tiada sisi gelapmu
suara pun tiada berkata
maka kita berjumpa dalam diam

Jika jiwa hanya cukup jiwa
ku temui kau
tanpa seorang pun tahu
jiwa kita berdua menyatu
semudah itu

Jika jiwa hanya
menghampiri jiwa

Dalam jiwa, 27 Januari 2014
  

Meski Bukan Aku

Jangan sebut namaku
penuh harapan menggebu
nama kita tak terdengar merdu
sayup-sayup lenyap dalam keriuhan

Jangan lukis wajahku
dengan warna-warni keindahan
bila menambah kepedihan
biarlah kosong kanvasmu
tanpa terkotori keinginan

Jangan tulis namaku
jika kau tak sanggup menghapusnya
rangkaian kata sia-sia
bahkan tuk mulai mengakhirinya
tak akan ada kisah kita

Jangan salahkan takdir kita
karena kau tak bisa
ciptakan takdirmu sendiri
jika kita tak bersatu
hentikan derai air matamu

Tak perlu kau risau
takdir bersabda,
akan ada tercantik dampingimu
akan ada terbaik untukmu
meski bukan aku...

Pada takdir, 28 Januari 2014



Jejak Kenangan

Izinkan terakhir kali
ku telusuri jejakmu lagi
masih sama
namun berbeda
di jalan berliku seperti kalbu
tak segera tertambatkan
tahukah kau ku cari?

Hawa pun berganti
panas, dingin
cerah, mendung
hujan, kering
masa-masa bertebaran
bagai rumput tercerabut tak beraturan
yang telah silam
yang sedang terjadi
yang akan datang
berhamburan tutupi jalan

Terus ku lewati setapak sepi
jejak kenangan makin menyesatkan
kau tak kunjung ku temukan
ikuti angan tak berkesudahan
lalu kapan ku sampai padamu?
Jika tak ku yakini langkahku sendiri...

Di perjalanan, 1 Februari 2014



Tanya?

Berjajar ribuan aksara
mengapa tiada terbaca?
telah terpejam semua mata
tiada nyawa tersisa
tuk nikmati goresan pena
telah lelah menyerah
harus berapa tulisan beterbangan...

Tangisan angkasa mengaliri
membasahi setiap sudut bumi
mengapa tiada yang peduli?
hingga tenggelam sendiri...

Jeritan nurani memekik pedih
diiringi lagu sedih
tapi telah tertutup semua telinga
mengapa tiada bersedia dengarkan?
harus berapa kuat teriakan...

Kalau begitu biarlah!!

Tak akan bertanya pada siapapun
padamu, dia, atau mereka
hanya terjawabkan caci maki!!

Tak akan berharap pada siapapun
padamu, dia, atau mereka
kecuali Yang Maha Mengerti!!

Duniaku, 08.02.14