Sonia
menghempaskan tubuhnya di sofa ruang keluarga. Ia menghirup nafas panjang
dengan lega. Kuliah semester ini telah berakhir dengan IP yang memuaskan. Ia
menyambut liburan dengan penuh suka cita. Ayahnya sudah berjanji untuk
mengizinkannya liburan di villa milik keluarga. Ayah Sonia seorang pengusaha
sukses dan ternama. Banyak pria yang ingin mendapatkan hati Sonia, seorang
putri tunggal pengusaha kaya. Tapi belum pernah sekalipun Sonia menerima cinta
para lelaki yang mengejarnya. Ia lebih memilih fokus kuliah dan belajar
mengelola bisnis ayahnya.
“Kamu
jadi liburan ke villa kita di pantai?” tanya Papa sambil menghampiri Sonia di
sofa.
“Jadi
dong, Pa… Kan Papa udah janji. Tapi Nia boleh ngajak teman nggak?”
“Papa
izinkan kamu. Tapi syaratnya kamu sendirian aja ke sana. Nggak usah ngajak
teman. Oke….”
“Yaacchhh,
Papaaa… Hhmm, yaudah deh kalo gitu.. Makasih, Pa…..,” Sonia memeluk ayahnya
dengan manja.
***
Hari
yang ditunggu-tunggu pun tiba. Sonia berangkat ke villa yang berada di tepi
pantai. Rencananya ia berada di sana selama satu minggu. Setelah perjalanan
selama tiga jam, akhirnya sampai juga gadis itu di pantai. Pandangan mata Sonia
mulai dimanjakan dengan warna biru favoritnya. Birunya langit siang yang
berhias gumpalan awan putih. Air laut yang biru pun berkilauan diterpa cahaya
mentari. Ombak berkejaran melagukan suara alam yang menyamankan telinga.
Suasana yang sangat mendamaikan jiwa.
Hanya
sebentar saja Sonia ke villa untuk memasukkan koper dan barang bawaannya. Lalu
ia kembali menikmati pemandangan pantai. Hingga waktu sore menjelang, ia masih
menghabiskan waktunya bermain di pasir pantai yang putih bersih. Pantai ini
cukup sepi karena masih jarang dikunjungi orang. Kebanyakan pengunjungnya hanya
berasal dari pemilik atau penyewa villa yang berjajar di sepanjang tepi pantai.
Sonia masih asyik sendiri menikmati sentuhan kakinya yang dibelai ombak-ombak
kecil. Hingga tiba-tiba suara seorang lelaki mengagetkannya.
“Gadis
secantik kamu, kok sendirian aja?!” suara lelaki yang menghampiri Sonia.
“Kamu
ngomong sama aku?” tanya Sonia heran dan memandangnya curiga.
“Iya
lah, siapa lagi? Cuma ada kamu dan aku di sini….”
“Tapi
aku gak kenal sama kamu!”
“Kalau
gitu kenalin, namaku Andra. Kamu siapa?”
“Aku
nggak tanya namamu!” Sonia mulai tidak nyaman.
“Temani
aku di sini!” kata Andra yang terdengar sebagai perintah bagi Sonia.
“Kamu
ini siapa sih? Nggak kenal, nyuruh-nyuruh aja! Mau kamu apa?” Sonia mulai
kesal.
“Kita
udah kenal. Aku udah sebutin namaku. Kamu sendiri gak mau nyebutin namamu!
Nggak usah sok judes deh! Ntar malah gak ada cowok yang mau sama kamu!”
“Heh,
kamu gak ngerti apa-apa tentang aku ya! Jadi gak usah komentar sok tau kayak
gitu! Gak ngerti sopan santun ya? Kenalan kok maksa…. Iihh, ogah…!!” Sonia
beranjak pergi.
“Aku
di sini sendirian, kamu juga sendiri. Apa salahnya kita berteman? Aku mau kamu
temani aku!” Andra menggenggam lengan Sonia. Sejenak Sonia terkaget dan menatap
Andra.
“Tapi
bisa minta dengan sopan kan? Lepasin tangan aku!”
“Iya,
oke…… Temani aku di sini, please….” Andra mengatupkan telapak tangannya dengan
raut wajah memohon. Sonia duduk di atas pasir sambil memegangi kepalanya. Heran
dengan hari yang aneh ini. Begitu sial hingga bertemu dengan orang yang agak
‘tidak beres’. Andra ikut duduk di sebelah Sonia.
“Kamu
ini frustasi ya?? Aku gak tau kamu ada masalah apa, tiba-tiba kamu datang, lalu
maksa aku kenalan, dan nyuruh aku temani kamu! Gila…. Aku datang ke sini mau
ngilangin stress, eh malah ketemu orang stress kayak kamu!” Sonia mengomel.
Andra hanya tertawa. Sonia semakin takut dibuatnya. Tapi Sonia merasa cukup
‘beruntung’, bertemu ‘orang gila’ secakep Andra.
“Iya,
aku lagi frustasi berat…..”
“Kenapa?
Diputusin cewek?”
“Hahaha….
Apa muka aku ini ada tampang diputusin cewek? Gak ada dalam kamusku! Justru aku
kebanyakan cewek!” Sonia semakin waspada dengan cowok satu ini. Udah gila,
playboy lagi!
“Makanya
jangan main-main ma cewek, jadi gila kan!”
“Ya….
Karena itu, orang tuaku mau menjodohkan aku. Mereka punya teman seprofesi yang
punya anak perempuan. Aku mau dijodohin dengan pilihan mereka itu. Katanya,
daripada aku ganti-ganti cewek gak jelas. Hahaha…. Gila gak sih? Makanya aku
kabur ke sini.”
“Oooo….
Curhat nih ternyata. Jadi kamu butuh aku buat jadi ‘tempat sampah’mu. Sial
banget! Parah!” gerutu Sonia.
“Tapi
kamu mau kan? Hehehe… Eh, pinjam handphone-mu.”
“Buat
apa??’ protes Sonia. Tapi ia tak sempat mengelak. Tanpa basa-basi Andra segera
mengambil HP di saku celana Sonia.
“Ehh,
Ehhhh….!! Apaan nih? Balikin, gak?? Maling niiih!!” Sonia hampir histeris.
“Ssssttt….!!
Cakep gini dibilang maling! Aku cuma miss-call nomer HP-ku lewat HP kamu. Ini
nomerku udah ku save dengan nama Andra! Nomermu juga udah masuk di HP-ku,”
Andra mengembalikan HP Sonia. Gadis itu masih cemberut.
“Iiiissshhh…
Siapa juga yang minta nomer kamu!”
“Jadi,
nomer kamu ini ku save dengan nama apa, Cantik?”
“Sonia!
Atau Nia! Terserah deh!” Sonia memalingkan wajahnya karena malu dipanggil
‘cantik’ oleh Andra.
“Cieee…
Rayuan mautku berhasil nih.. Hahaha…,” lagi-lagi Andra tertawa.
“Dasar
playboy gila!” Sonia beranjak dari duduknya lalu berlari pergi.
“Kalau
aku SMS kamu harus bales..!!” teriak Andra. Sonia terus berlalu dari tempat
itu.
***
Hari-hari
berikutnya di pantai…. Sonia menghabiskan waktu seharian bersama Andra.
Ternyata Andra juga mempunyai villa yang letaknya agak jauh di ujung barat
pantai. Entah mengapa, Sonia tak bisa menolak ajakan Andra untuk bertemu dan
menemaninya. Padahal di hati Sonia ada rasa was-was karena baru mengenal Andra.
Ia tak tahu Andra itu orang baik atau tidak. Tapi apa salahnya berteman? Begitu
pikir Sonia untuk menepis keraguannya. Lagipula, Andra adalah orang yang
menyenangkan. Jika bersamanya, Sonia merasa gembira dan ceria. Andra
memperlakukan Sonia selayaknya teman dan tidak ada kesan mempermainkan seperti
playboy. Sonia merasa nyaman bersama Andra seperti sudah kenal lama.
Saat
mereka jalan-jalan bersama, Andra mengajak Sonia ke sebuah dermaga tua yang tak
terpakai. Letaknya cukup jauh di ujung timur pantai. Dermaga itu tersusun dari
papan kayu yang cukup lapuk. Ada banyak lubang di lantai maupun atapnya yang
semua terbuat dari kayu. Tempat ini begitu damai dengan semilir angin pantai
yang membelai. Mereka berdiri di ujung dermaga yang beratap kayu sambil memandangi
kapal berukuran kecil di kejauhan sana.
“Nia,
ini tempat rahasia kita berdua. Jangan beritahu pada siapapun…” pesan Andra.
Sonia tersenyum dan mengangguk pelan.
***
Ada
kejutan di hari kelima liburan Sonia. Tanpa mengabari terlebih dulu, orang tua
Sonia datang ke villa pagi-pagi. Mereka juga memboyong penata rias, pakaian-pakaian
pesta, dekorasi, dan catering. Sonia terheran-heran melihat semua yang dibawa
oleh orang tuanya. Villa yang tadinya tenang, kini jadi berisik dan penuh
keriuhan lalu lalang orang.
“Mama….
Papa….. Ini ada acara apaan sih???” tanya Sonia.
“Begini,
Nak… Mama dan Papa punya rencana mengenalkan kamu pada teman Papa, yaitu Pak
Rudy dan istrinya. Mereka punya anak laki-laki yang akan kami jodohkan dengan
kamu,” jawab Mama.
“Apaaaa???
Kok mendadak banget sih, Ma?? Kenapa gak bilang Nia dari kemarin-kemarin?!”
“Mama
udah tau, kalau Mama bilang-bilang kemarin, pasti kamu nolak! Jadi langsung aja
mumpung kamu liburan ke villa ini sekalian ngadain acara.”
“Tapi.
Maaa… Kenapa Papa dan Mama gak dengerin dulu pendapat Nia setuju atau nggak???”
“Nia….
Emangnya kenapa kamu gak setuju? Mama dan Papa tujuannya baik buat nyarikan
jodoh kamu. Kamu sendiri sih udah umur 21 tahun, belum pernah sekalipun punya
pacar. Mama dan Papa juga memilih calon yang tepat. Putranya Pak Rudy itu ganteng,
pinter, dan kelak mewarisi bisnis ayahnya. Jadi perusahaan keluarga bisa makin
berkembang.”
“Pokoknya
aku gak mau, Ma..!! Nia gak kenal sama dia!”
“Ya
makanya nanti kita kenalin! Udah, ah… Kamu cepat mandi, trus didandanin sama
periasnya. Mama mau ngurusin semuanya biar beres dan lancar acaranya!”
Sonia
tak mampu mengelak lagi. Dengan terpaksa, Sonia menuruti perintah ibunya.
Selesai mandi dan perawatan tubuh singkat, Sonia mengenakan gaun pesta warna
biru laut favoritnya. Rambut dan wajahnya pun dipoles dengan seindah mungkin.
Sonia memandang penampilannya di cermin. Sangat cantik! Tapi ia tak merasa
bahagia sedikitpun. Ia tak menginginkan perjodohan ini. Ia tak mengenal lelaki
yang akan dijodohkan dengannya. Saat ini ada seseorang yang mulai mengisi hari
dan hatinya. Andra… Saat memikirkan Andra, tiba-tiba SMS masuk ke HP-nya.
Andra: Nia, nanti sore
ayo ke tempat rahasia kita!
Nia: Sorry… Aku gak
bisa. Ada acara keluarga.”
Menjelang sore. Pak Rudy dan
istrinya tiba di villa keluarga Sonia. Persiapan acara hampir beres, tapi ada
satu kekhawatiran. Putra Pak Rudy yang bernama Devan, belum bisa dipastikan
datang. Orang tua Sonia bersama Pak Rudy dan istrinya berbincang-bincang di
teras villa. Sonia merasa resah, berkali-kali Andra mengirim pesan padanya.
Andra bersikeras datang ke dermaga, padahal Sonia tak bisa datang akibat acara
perjodohan ini. Apalagi langit sore tertutup mendung gelap. Sonia dan Andra
saling berkirim SMS.
Nia:
Andra, bentar lagi ujan. Gak usah ke dermaga
Andra:
Aku udah di dermaga sekarang. Aku nunggu kamu.
Nia:
Aku gak bisa, Andra…..
Andra:
Please…. Aku nunggu kamu sampai datang
Senja
tiba bersamaan dengan hujan deras menyelimuti pantai. Sonia semakin gelisah memikirkan
Andra yang sedang berada di dermaga. Pasti dia kehujanan. Nekat sekali dia!
Kegalauan yang sama dirasakan orang tua Sonia dan Pak Rudy. Devan, Putra Pak Rudy
benar-benar tak datang dan tak bisa dihubungi. Sonia tak peduli dengan
perjodohan itu. Ia justru bersyukur Devan tak datang. Pak Rudy dan istrinya pun
pamit pulang untuk mencari putranya. Sonia terus memikirkan Andra. Hujan begitu
deras disertai petir. Malam mulai datang menampakkan kegelapan. Bagaimana nasib
Andra di dermaga? Sonia tak mampu menahan diri lagi. Ia mengambil payung dan
berangkat ke dermaga untuk mencari Andra.
“Niaaa… Kamu mau kemana? Hujan deras
begini, Nak?” tanya Papa dan mencoba menghalangi Sonia.
“Nia pergi sebentar, Pa….,” Nia
langsung berlari menerjang hujan dengan masih berpakaian gaun pesta tadi. Tak
dihiraukan teriakan ibunya memanggil-manggil namanya. Tak dipedulikannya air
hujan yang membasahi ujung gaunnya. Payung yang ia bawa tak mampu menahan
dinginnya terpaan hujan. Ia terus berlari menuju ke dermaga.
Sampai
di dermaga, Sonia menaiki tangga kayunya. Ia sempat terpeleset karena licin dan
kurangnya cahaya. Di depannya samar-samar terlihat Andra terduduk kedinginan di
bawah atap kayu yang berlubang. Sonia menghampiri Andra.
“Kamu
benar-benar gila! Ngapain kamu di sini, hah?!” Sonia hampir menangis melihat
kondisi Andra. Ia membantu Andra untuk berdiri,
“Kamu
cantik…..,” Andra tersenyum dan menatap Sonia lekat-lekat. Gadis itupun baru
sadar, ia masih mengenakan gaun dan make up lengkap.
“Udah,
yuk kita pulang. Tapi villa kamu jauh, Ndra… Kita ke villa-ku aja ya… Badan
kamu demam nih…,” Sonia sangat panik dan khawatir, tapi Andra tersenyum-senyum
saja. Sonia menuntun Andra untuk berjalan. Lengan Andra melingkar di bahu
Sonia. Mereka berjalan di bawah payung menembus hujan.
“Aku
udah bilang akan nunggu kamu. Kenapa kamu gak datang? Ada acara apa?”
“Ndra…
Nasib kita kok sama ya? Tadi rencananya aku mau dijodohin sama orang tuaku.
Tapi untungnya gagal..”
“Hahaha….
Yang bener? Makanya kabur aja kayak aku.”
“Nggak!
Itu bukan caraku, Ndra! Masalah itu dihadapi! Bukannya malah lari dari masalah!
Huuuu…..”
Beberapa
menit kemudian, mereka sampai di villa Sonia. Orang tua Sonia sudah menyambut
mereka di depan pintu sambil memberondong dengan sejuta pertanyaan.
“Niaaaa….
Kamu dari mana? Ini siapa? Kenapa basah kuyup begini?? Ya, ampun… Cepat ganti
baju Nia nanti kamu sakit…!!” Mama panik.
“Iya,
Ma… Ini teman aku. Villa-nya agak jauh, jadi kuajak ke sini dulu,” Sonia tak
sempat menjelaskan panjang lebar. Ia segera memberi handuk pada Andra,
meminjaminya kaos milik ayahnya, menyuruhnya ganti baju, juga menyiapkan makan,
minuman hangat, dan obat demam. Kedua orang tua Sonia hanya mengamati tingkah
laku anaknya bersama lelaki itu.
Ibu
Sonia merasa wajah lelaki itu tak asing baginya. Ia mencoba mengingat-ingat
dimana pernah melihat senyum lelaki itu. Senyum yang ramah dan mata yang memancarkan
kehangatan, tapi siapa dia?? Ayah Sonia pun merasakan hal yang sama. Karena
penasaran, mereka berbisik-bisik menanyakan identitas lelaki itu pada Sonia.
“Siapa
nama cowok itu, Nia?” tanya ibu Sonia, tentu tanpa sepengetahuan Andra yang
sedang tidur berselimut di sofa.
“Namanya
Andra,” jawab Sonia.
“Nama
lengkapnya?”
“Nggak
tau, Ma….,” jawab Sonia lagi yang pasti tidak memuaskan orangtuanya. Sambil
terus memandangi Andra dan berpikir, akhirnya ayah Sonia mengambil kesimpulan
yang mengejutkan.
“Papa
ingat sekarang! Kemungkinan besar, dia adalah Devandra, anak Pak Rudy!”
“Ya,
Tuhan..!! Iya benar, Pa! Mama ingat betul dengan senyumnya itu, meskipun kita
cuma bertemu dengannya satu kali waktu berkunjung ke rumah Pak Rudy!”
“Devandra??
Devan, anak Pak Rudy yang mau dijodohin sama aku? Nggak mungkin..!!” Sonia
tersentak.
BERSAMBUNG…